Perspektif Kebenaran
19.24
Titi Setiyoningsih
0 Comments
19.24 Titi Setiyoningsih 0 Comments
Bridge to Spies (2015), film yang disutradarai oleh Steven Spielberg, mengingatkan saya tentang pertanyaan makna kebenaran. Film ini diangkat dari kisah nyata pada masa perang dingin Amerika dan Soviet. Tentang seorang pengacara Amerika, James B. Donovan (Tom Hanks), yang mendapat tugas untuk membela seorang mata-mata Soviet bernama Rudolf Abel (Mark Rylanve). Sebelumnya Rudolf ditangkap oleh pihak Amerika dan diberi dua pilihan. Pertama, bila Rudolf mau bekerjasama untuk pihak Amerika ia akan dibebaskan dari hukuman dan mendapatkan imbalan. Kedua, jika dia menolak tawaran pertama tadi dia akan diadili dan kemungkingkan besar dihukum mati. Rudolf pun memilih untuk diadili ketimbang harus menghianati negaranya. Bisa ditebak pengadilan Amerika menangani kasus Rudolf hanya sebagai formalitas saja. Bahkan sejak awal sang hakim sudah bersikap tidak obyektif, apa pun pembelaan Rudolf rakyat Amerika tentu menganggap mata-mata Soviet pantas dihukum mati. Donovan yang ditunjuk sebagai pengacara Rudolf tentu mengadapi tekanan batin sekaligus sosial. Donovan ingin bekerja secara profesional sebagai seorang pengacara tapi konsekuensinya masyarakat Amerika akan menuduhnya sebagai seorang penghianat. Bahkan ketika agen CIA berusaha mencari informasi Rudolf kepada Donovan, pengacara itu tetap kukuh untuk tak membeberkan hasil percakapannya dengan si client. Dari sinilah awal mula konflik yang terjadi dalam film.
Muncul suatu
pertanyaan akan sikap yang diambil oleh Rudolf dan Donovan: salahkah pilihan
mereka? Mereka dibenci rakyat Amerika kerena Rudolf yang ingin setia pada
negaranya dan Donovan yang ingin bersikap obyektif dan profesional menjalankan
tugasnya. Misalnya saja kita sebagai rakyat Indonesia mendapat berita seorang
mata-mata negara tetangga ditangkap oleh badan intel negara. Mata-mata negara
tetangga itu menolak bekerja sama dan tetap memilih tidak membocorkan rahasia
negaranya. Lalu apa yang muncul dalam benak setiap warga Indonesia? Mata-mata
negara tetangga dianggap bersalah karena tidak mau membocorkan informasi
negaranya? Pengacara asal Indonesia yang membela mata-mata dianggap penghianat?
Akankah pengadilan negara kita bersikap adil? Lalu di berbagai media
sosial akan ada banyak status dan komentar nyinyir tentang negara tetangga, si
mata-mata, dan sang pengacara tadi. Saya juga tidak menjamin diri saya akan
bijak menanggapi kasus tersebut. Saya bisa membayangkan hal pertama yang saya rasakan
jika mendapat berita tadi adalah geram dengan negara tetangga, muak dengan
mata-mata negara tetangga yang tertangkap itu, juga muak dengan pengacacara
yang mati-matian membela si mata-mata. Salahkah saya?
Tengoklah para
tokoh cerita wayang kita, di antaranya ada Kumbakarna (Ramayana) dan Bhisma
(Mahabarata). Sejak awal Kumbakarna tahu bahwa yang dilakukan oleh kakaknya
(Rahwana) salah tapi ia tetap maju ke medan perang melawan kubu Rama. Salahkah
Kumbakarna? Ia maju ke medan perang untuk membela tanah airnya dan kaumnya. Lalu
Bhisma yang memilih berada di pihak Kurawa dalam perang Baratayudha. Ada juga
Karna yang tetap mengabdi kepada Duryudana, sahabat yang selama ini memberikannya
perlindungan dan penghidupan. Masihkah kita menganggap para tokoh tadi sebagai
sosok, katakanlah “musuh kebaikan”? Lalu apakah yang dilakukan Wibisana bisa
dianggap benar? Ia berperang melawan negaranya sendiri. Sedangkan ia hidup, tumbuh,
makan dan minum dari tanah negaranya. Kita kembali ke tokoh Rudolf. Apabila dia memilih bekerjasama
dengan Amerika dan itu berarti menghianati negaranya lalu keputusannya itu
dianggap benar? Benar menurut siapa? Jika salah, salah menurut siapa? Adakah
salah atau benar dapat diketahui dengan pasti dalam kerumitan hidup manusia?
Lalu apa hak kita untuk memberikan bermacam label pada sesama manusia? Toh
sama-sama manusia, kecuali kalau….
Pilihan Transportasi dari Banjarnegara ke Surakarta
07.26
Titi Setiyoningsih
9 Comments
07.26 Titi Setiyoningsih 9 Comments
Salah satu pertanyaan orang yang hendak merantau biasanya adalah “Kalau
mau ke sana enaknya naik apa ya?” Maksud kata “enak” tersebut adalah kaitannya
dengan tingkat kenyaman, waktu, dan biaya. Setiap orang tentu memiliki pertimbangan
masing-masing. Nah, kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang berbagai
transportasi yang bisa digunakan dari Kabupaten Banjarnegara ke Kota Surakarta
(Solo) atau pun sebaliknya.
Pada tahun 2011, teman-teman
saya kebanyakan melanjutkan kuliah di Jogja atau Semarang mengikuti jejak para
kakak kelas. Oleh sebab itu sangat sedikit atau bahkan waktu itu tidak ada
kakak kelas yang dapat dimintai informasi tentang kehidupan di Solo. Ditambah
saya tidak punya sanak saudara di sana dan baru pernah sekali ke kota itu saat
masih siswa SD. Jadi saya kira informasi berikut ini dapat membantu para
perantau dari Banjarnegara yang hendak ke Solo. Ada 6 opsi transportasi yang
pernah saya coba dari Banjarnegara menuju Solo.
1. Jasa travel
Naik mobil jasa travel merupakan pilihan paling aman dan nyaman untuk
pemula. Mobil travel tentu mau mengantar penumpangnya tepat di tempat tujuan.
Hanya saja travel dari Banjarnegara ke Solo saat itu (tahun 2011/2012) hanya
ada 1 pemberangkatan, yakni jam 07.00, itu pun harus mengantar dulu penumpang
tujuan Jogja. Nanti dari Jogja ke Solo hanya ada 2-3 penumpang saja. Perjalanan
menggunakan travel sekitar 8 jam karena sampai Solo biasanya sudah jam 15.00.
Saya menggunakan jasa travel hanya ketika masih mahasiswa baru. Durasi yang
terlalu lama membuat saya tidak lagi memilih travel. Saat itu biaya jasa travel
sekitar Rp 70.000-90.000.
2. Bus PO Handoyo jurusan Purwokerto-Malang
Bus Handoyo jurusan Purwokerto-Malang ada yang lewat terminal
Banjarnegara. Ada dua jam keberangkatan bus ini, yakni pukul 15.00 dan 15.30.
Nantinya sampai di Terminal Tirtonardi Solo sekitar pukul 22.00, jadi waktu
perjalanannya kurang lebih 7 jam. Busnya ber-AC dan nyaman, jenis bus
eksekutif. Tarif dari Banjarnegara-Solo adalah Rp 70.000 (2013-2017). Bus
Handoyo ini nanti rutenya juga lewat Jogja, dan akan berhenti sejenak di agen
Wonosobo, agen Temanggung, dan juga Terminal Secang untuk ISOMA waktu magrib.
Nah, dari terminal Tirtonardi ke daerah kampus bisa dengan ojek, taksi, transportasi
online atau minta dijemput kawan.
Add caption |
3. Bus jurusan Purwokerto-Solo
Bus kelas ekonomi ini hanya ada satu keberangkatan, yakni jam 07.30 dari
Terminal Banjarnegara. Waktu tempuhnya yakni 7 jam, sedangkan tarifnya Rp 50.000
(tahun 2014).
4. Bis jurusan Purwokerto-Semarang, dilanjutkan jurusan Semarang-Solo
Bus kelas ekonomi ini ada setiap jam, bahkan ada yang bilang beroperasi
24 jam. Jika hendak ke Solo, maka bilang ke kondektur hendak turun di terminal
Bawen. Nanti dari terminal Bawen pindah Bus jurusan Semarang Solo. Tarif dari
Banjarnegara-Bawen yakni Rp 35.000 sedangkan Bawen-Solo Rp 15.000 (2013-2016).
Durasi waktunya juga sekitar 7 jam.
Purwokerto-Bawen |
Bawen-Solo |
5. Kereta Api dari stasiun Purwokerto
Di Banjarnegara tidak ada stasiun kereta. Jika ingin naik kereta harus
ke Kota Purwokerto dulu. Butuh waktu 2 jam untuk ke Purwokerto dengan
transportasi umum bus jurusan Wonosobo-Purwokerto dengan tarif Rp 20.000. Dari
Terminal Purwokerto bisa naik Gojek (tahun 2017 Purwokerto sudah ada Gojek lho)
ke Stasiun Purwokerto. Buka aja alamat web https://tiket.kereta-api.co.id lalu
pilihlah kereta api sesuai keinginan saudara menuju Solo Balapan atau Puwosari.
Add caption |
6. Kendaraan Pribadi
Wah, kalau dengan kendaraan pribadi kita bisa memuaskan diri menikmati
pemandangan alam selama perjalanan Banjarnegara-Solo. Di daerah Temanggung,
kita akan melewati jalan berkelok-kelok di antara Gunung Sindoro-Sumbing.
Pemandangan alamnya sangat indah, perkebunan teh dan sayur terbentang di
kanan-kiri jalan. Kalau cuacanya cerah, Sindoro-Sumbing akan tampak menawan di
samping kanan dan kiri. Tidak hanya itu, setelah Temanggung bila lewat jalur
Kopeng, kita juga akan disuguhi lereng Gunung Merbabu beserta siluet Gunung
Merapi di sampingnya. Dijamin perjalanan tidak akan membosankan. Waktu tempuh
dengan kendaraan pribadi hanya sekitar 4-5 jam. Kalau perjalanannya malam hari, pemandangan yang indah tadi justru akan terlihat menyeramkan lho ya.
CATATAN TAMBAHAN:
Sekarang sudah ada bus Eka dan Sugeng Rahayu jurusan Purbalingga-Surabaya lewat Banjarnegara. Setiap hari ada total 6 keberangkatan dari pukul 08.00 sampai pukul 15.00
Harganya Rp. 70.000 total perjalanan 5-7 jam tergantung kecepatan bus dan tingkat kemacetan.
CATATAN TAMBAHAN:
Sekarang sudah ada bus Eka dan Sugeng Rahayu jurusan Purbalingga-Surabaya lewat Banjarnegara. Setiap hari ada total 6 keberangkatan dari pukul 08.00 sampai pukul 15.00
Harganya Rp. 70.000 total perjalanan 5-7 jam tergantung kecepatan bus dan tingkat kemacetan.
Merbabu-Sindoro (Temanggung) |
Jalan lereng Merbabu (Kopeng) |
Langganan:
Postingan (Atom)
Tentang Penulis
Titi Setiyoningsih. Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tulisanku:
https://www.wattpad.com/myworks/165208900-pengeran-senja-tamat
Ikuti saya
https://www.facebook.com/titi.setiyoningsih
0 komentar: