Remidi Belanja Online
Sebenarnya
niat awal pengin posting ulasan buku, tetapi berhubung bukunya
belum ku baca sampai rampung,
ku tulis saja kisah remeh-temeh
pengalaman kami belanja di toko online yang berakhir menggelikan. Semoga
saja tulisan ini bisa membantu siapa pun yang akan belanja online supaya terhindar dari kibul-kibulan. Jangan sampai
seperti kami yang uang hilang barang pun melayang. Di sini nama toko onlinenya kami samarkan, sebut saja
Tokop*dia, itu lho yang iklannya pakai nyanyi-nyanyi segala pas nyebut nama
tokonya. Buat yang suka mantengin iklan di tivi pasti ngertilah maskudku.
Tersebutlah empat orang perempuan bernama Titi, Arnisyah (Ais),
Boangmanalu (Iko) , dan Esdaniar (Dani) baru saja pulang dari pendakian. Kalau
diingat-ingat lagi pendakian kala itu adalah yang paling mengenaskan. Puncak
badai, pasak tertinggal, tenda hampir kabur ke jurang, kehabisan spiritus,
hingga berakhir dengan tidur di pos evakuasi. Sepanjang perjalanan pulang kami
menertawakan kekonyolan itu. Poin dari kisah ini sebenarnya adalah ketika
kompor spiritus super duper langka mendadak lenyap. Kami berempat ribut geledah
tas, plastik, sampai tong sampah depan kos ku bongkar isinya (Bu Yoto saksinya),
tapi tetap saja nggak nemu kompornya.
Ketika kami bermaksud membeli kompor baru, toko E*ger se-Solo Raya kehabisan
stock, begitupun toko-toko online. Jadilah
kompor itu begitu berharga di mata kami melebihi perpustakaan dan seluruh
isinya. Kami hampir saja putus asa sebelum akhirnya kami buka situs Tokop*dia
dan taraaaaaaa masih ada satu stok barang yang kami cari. Betapa leganya kami,
apalagi ada promo potongan harga. Kami pesan kompornya dan langsung kami bayar
sesuai harga. Ironisnya, kurang dari 24 jam dari pembayaran, kompor yang kami
kira hilang jatuh begitu saja dari laci meja belajarku. Siapa sangka kompor
yang begitu mungil itu tercampur dengan puluhan baterai headlamp di plastik. Aku hampir aja dikeroyok masa (Ais, Iko, Dani)
karena kejadian ini.
Kita lewati saja drama penemuan kompor. Langkah penting yang harus
segera dilakukan adalah membatalkan pembelian kalau masih bisa. Kami ‘klik’
Tokop*dia dan muncullah keterangan barang yang kami pesan stok kosong.
Bahagianya membayangkan uang kami akan kembali. Esok harinya kami segera
menanyakan prosedur pengembalian uang ke tempat pembayaran kami (Indom*ret)
karena e-mail yang masuk dari
Tokop*dia memiliki pengaturan tidak dapat berbalas pesan. Semacam komunikasi
satu arah. Kemudian berdasarkan keterangan dari petugas Indom*ret, uang tidak
dapat dikembalikan dalam bentuk tunai. Solusinya adalah membeli barang lain
seharga barang pesanan sebelumnya. Wooooshah!
Menurut Ais (sie pembelian), kalau beli di toko online Bukalap*k biasanya langsung dihubungkan dengan pemilik barang
dan nanti ada konfirmasi ketersediaan barang. Bukan malah diminta melakukan pembayaran
dulu baru dikonfirmasi ketersediaan barang. Sebenarnya kami jengkel dengan
Tokop*dia tapi kami juga nggak mau rugi lagi. Setelah melakukan diskusi
singkat, tercetuslah ide untuk membeli pulsa sebesar uang yang sudah
ditransfer. Sejak saat itu Ais sebagai juru hubung dengan Tokop*dia mulai
berjualan pulsa. Siapa pun yang memakai kartu Telkomsel bisa membeli pulsa
lewat Ais. Nantinya Ais akan mentransfer pulsa ke nomor pembeli. Syukurlah
dagangan pulsa kami lumayan laris setelah koar-koar dan sedikit maksa ke
teman-teman supaya cepat-cepat beli pulsa lewat kami. Ini adalah jalan terbaik
uang kami kembali mewujud.
Kejadian macam begini bisa saja karena kami yang kurang teliti, tapi
kami tetap meyakini bahwa kami adalah korban kecelakaan sistem belanja online. Pesan dari kami, baiknya lebih cermat kalau hendak berbelanja secara online.
Jangan asal klak klik klak klik terus langsung bayar aja. Ada baiknya
memastikan dulu barang yang dipesan benar-benar ada wujudnya dan yang paling
penting adalah pilih situs belanja online
yang sudah terbukti pelayanannya.
Sejak saat itu setiap kali mendapati iklan toko online tadi, spontan kami teringat dengan segala keabsurdan
pendakian waktu itu. Hei! Bisa jadi kompor itu sebenarnya ditempelin makhluk
gaib gunung. Terus akhirnya bisa gerak-gerak pindah sendiri ke laci mejaku,
bukan karena aku yang mindahin. Siapa yang tahu. Hahahaha siap-siap dikeroyok mereka beneran kalau gini. Baiklah, mungkin itu saja dulu. Aku harus kembali fokus pacaran sama revisian.
1 komentar: