Remidi Belanja Online

05.50 Titi Setiyoningsih 1 Comments



Sebenarnya niat awal pengin posting ulasan buku, tetapi berhubung bukunya belum ku baca sampai rampung,  ku tulis saja kisah remeh-temeh pengalaman kami belanja di toko online yang berakhir menggelikan. Semoga saja tulisan ini bisa membantu siapa pun yang akan belanja online supaya terhindar dari kibul-kibulan. Jangan sampai seperti kami yang uang hilang barang pun melayang. Di sini nama toko onlinenya kami samarkan, sebut saja Tokop*dia, itu lho yang iklannya pakai nyanyi-nyanyi segala pas nyebut nama tokonya. Buat yang suka mantengin iklan di tivi pasti ngertilah maskudku.
Tersebutlah empat orang perempuan bernama Titi, Arnisyah (Ais), Boangmanalu (Iko) , dan Esdaniar (Dani) baru saja pulang dari pendakian. Kalau diingat-ingat lagi pendakian kala itu adalah yang paling mengenaskan. Puncak badai, pasak tertinggal, tenda hampir kabur ke jurang, kehabisan spiritus, hingga berakhir dengan tidur di pos evakuasi. Sepanjang perjalanan pulang kami menertawakan kekonyolan itu. Poin dari kisah ini sebenarnya adalah ketika kompor spiritus super duper langka mendadak lenyap. Kami berempat ribut geledah tas, plastik, sampai tong sampah depan kos ku bongkar isinya (Bu Yoto saksinya), tapi tetap saja nggak nemu kompornya.
Ketika kami bermaksud membeli kompor baru, toko E*ger se-Solo Raya kehabisan stock, begitupun toko-toko online. Jadilah kompor itu begitu berharga di mata kami melebihi perpustakaan dan seluruh isinya. Kami hampir saja putus asa sebelum akhirnya kami buka situs Tokop*dia dan taraaaaaaa masih ada satu stok barang yang kami cari. Betapa leganya kami, apalagi ada promo potongan harga. Kami pesan kompornya dan langsung kami bayar sesuai harga. Ironisnya, kurang dari 24 jam dari pembayaran, kompor yang kami kira hilang jatuh begitu saja dari laci meja belajarku. Siapa sangka kompor yang begitu mungil itu tercampur dengan puluhan baterai headlamp di plastik. Aku hampir aja dikeroyok masa (Ais, Iko, Dani) karena kejadian ini.
Kita lewati saja drama penemuan kompor. Langkah penting yang harus segera dilakukan adalah membatalkan pembelian kalau masih bisa. Kami ‘klik’ Tokop*dia dan muncullah keterangan barang yang kami pesan stok kosong. Bahagianya membayangkan uang kami akan kembali. Esok harinya kami segera menanyakan prosedur pengembalian uang ke tempat pembayaran kami (Indom*ret) karena e-mail yang masuk dari Tokop*dia memiliki pengaturan tidak dapat berbalas pesan. Semacam komunikasi satu arah. Kemudian berdasarkan keterangan dari petugas Indom*ret, uang tidak dapat dikembalikan dalam bentuk tunai. Solusinya adalah membeli barang lain seharga barang pesanan sebelumnya. Wooooshah!
Menurut Ais (sie pembelian), kalau beli di toko online Bukalap*k biasanya langsung dihubungkan dengan pemilik barang dan nanti ada konfirmasi ketersediaan barang. Bukan malah diminta melakukan pembayaran dulu baru dikonfirmasi ketersediaan barang. Sebenarnya kami jengkel dengan Tokop*dia tapi kami juga nggak mau rugi lagi. Setelah melakukan diskusi singkat, tercetuslah ide untuk membeli pulsa sebesar uang yang sudah ditransfer. Sejak saat itu Ais sebagai juru hubung dengan Tokop*dia mulai berjualan pulsa. Siapa pun yang memakai kartu Telkomsel bisa membeli pulsa lewat Ais. Nantinya Ais akan mentransfer pulsa ke nomor pembeli. Syukurlah dagangan pulsa kami lumayan laris setelah koar-koar dan sedikit maksa ke teman-teman supaya cepat-cepat beli pulsa lewat kami. Ini adalah jalan terbaik uang kami kembali mewujud.
Kejadian macam begini bisa saja karena kami yang kurang teliti, tapi kami tetap meyakini bahwa kami adalah korban kecelakaan sistem belanja online. Pesan dari kami, baiknya lebih cermat kalau hendak berbelanja secara online. Jangan asal klak klik klak klik terus langsung bayar aja. Ada baiknya memastikan dulu barang yang dipesan benar-benar ada wujudnya dan yang paling penting adalah pilih situs belanja online  yang sudah terbukti pelayanannya.
Sejak saat itu setiap kali mendapati iklan toko online tadi, spontan kami teringat dengan segala keabsurdan pendakian waktu itu. Hei! Bisa jadi kompor itu sebenarnya ditempelin makhluk gaib gunung. Terus akhirnya bisa gerak-gerak pindah sendiri ke laci mejaku, bukan karena aku yang mindahin. Siapa yang tahu. Hahahaha siap-siap dikeroyok mereka beneran kalau gini. Baiklah, mungkin itu saja dulu. Aku harus kembali fokus pacaran sama revisian.

1 komentar:

Blog Baru (Lagi, Lagi, dan Lagi)

14.58 Titi Setiyoningsih 1 Comments



Aku berjanji di usiaku yang ke-23 aku bakal ngasih kado sama diriku sendiri berupa blog. Udah berkali-kali aku bikin blog tapi selalu berakhir dengan pengabaianku. Untuk yang satu ini, aku bener-bener pengin belajar melihara blog. Berharap aja semangatku nggak luntur lagi. Jadi inilah dia blog “serius” pertamaku. Di sini aku bakal menulis apa pun yang pengin aku tulis. Apa pun! Terus, kenapa Sandingkala? Di daerah asalku, Sandingkala adalah sebutan lain untuk waktu senja. Nama lain dari waktu magrib yang menurutku terdengar unik. San-ding-ka-la. Momen di mana matahari meleleh diserap langit dan bumi dan kedamaian. Semoga blog ini bisa seajaib waktu Sandingkala.

1 komentar: