KRITERIARRRS

10.09 Titi Setiyoningsih 2 Comments


Beberapa hari yang lalu seorang teman berkata, “Laki-laki itu lebih milih perempuan yang pinter. Buat apa cantik tapi otaknya kosong?” Mendadak aku teringat, sekitar tiga atau empat tahun yang lalu temanku yang lain justru berujar, “Laki-laki itu takut sama cewek pinter, mereka lebih seneng yang cantik meskipun nggak pinter-pinter amat/malah sedikit lamban.” Dua opini yang kontradiktif kan? Kemudian menanggapi teman yang pertama tadi, saya menjawab, “Menurutku laki-laki bakal cenderung ke cewek yang mau belajar.” Saya kira, di antara tiga pendapat tadi tidak ada yang salah atau benar. Semuanya mungkin benar dan bisa jadi semuanya justru salah. Berbagai hal di dunia ini bukan sesuatu yang serta merta seperti hitam dan putih, benar atau salah. Ada beberapa hal yang akan selalu berwarna abu-abu, begitu pun perkara selera seorang laki-laki.

Katakanlah, setiap orang memiliki tipe/pandangan/penilaian yang berbeda terhadap lawan jenisnya. Ada laki-laki yang suka cewek smart banget nggak peduli tampilan fisiknya. Ada juga yang lebih mengutamakan tampilan fisiknya masalah otak belakangan. Namun ada pula yang mau dua-duanya, ya pinter, ya cantik (ya sholehah, ya kaya raya, ya anak menteri, terus ajaaaaaa). Lalu kebanyakan laki-laki lebih suka yang kombinasinya “pas”. Kata “pas” di sini juga relatif ya misalnya, “Okelah soal fisik dia sedang, soal kecerdasan juga sedang, yang penting pinter masak”. Kombinasi ini menyangkut jutaan elemen yang lebih rumit ketimbang yang sudah saya paparkan tadi. Gampangnya, ada yang suka kopi pahit, ada yang suka gulanya banyak, ada yang suka kopi pakai creamer, eh malah ada yang lebih suka air putih (mengingat betapa menyehatkannya air putih). Intinya sih semua relatif!

Malah beberapa contoh nyata ku amati beberapa laki-laki sebenarnya lebih suka sama yang montok, terus dapatnya malah kurus, atau kebalikannya. Terus pertanyaannya “Katanya mereka suka yang montok, ko malah pilih yang kurus sih?”  Nggak sesimpel itu gengs! Bisa jadi Si Perempuan nggak sesuai kriteria Si Laki-laki tapi punya kelebihan lain yang membuat Si Laki-laki akhirnya mantap. Ada juga “Eh katanya dia suka yang pakai jilbab, kok malah nikah sama yang nggak pakai jilbab?” Hell Oooww, bisa jadi ibadahnya/ karakternya/ sifatnya/ dan tetekbengek lainnya justru melebihi yang berjilbab. Hemmmmmmmmm.

Tapi kenapa di awal tadi saya berpendapat mereka kaum adam MUNGKIN cenderung ke yang “mau belajar”? Simpel aja sih, ada beberapa ku lihat seorang bapak pendidikan sampai S-1 tapi istrinya hanya tamatan SMA, ada juga yang suaminya lulusan S-1 malah punya istri lulusan S-3, ada juga yang cerdas dan berpangkat tapi punya istri “ndeso” bahkan tidak bisa membaca. Well, bagi kalian yang kutu buku dan jarang melihat contoh nyata, bacalah Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Tokoh Nyi Ontosoroh,  perempuan “ndeso”, pemalu, penakut, dekil, kotor, kurang beradab (bagi kaum barat) dinikahi/dipinang/diambil oleh seorang Belanda pejabat pabrik gula. Nyi Ontosoroh diajari membaca oleh suaminya, diajari cara berpakaian yang cantik/rapi, diajari pakai sandal, diajari beberapa adab barat, hingga akhirnya ia menjadi sosok perempuan yang cerdas nan anggun.

Saya amati, keawetan hubungan beberapa pasangan tadi dikarenakan masing-masing mau belajar. Jenis belajar bukan hanya belajar untuk kecerdasan kognitif ya. Belajar di sini cakupannya luas, yakni mencakup kecerdasan emosional juga spiritual. Katakanlah perbedaan derajat pengetahuan antara si laki-laki dan perempuan ternyata bukan jadi masalah, atau perkara fisik juga bukan jadi masalah, asal masing-masing sanggup mau belajar. Belajar berkompromi, belajar mengimbangi, belajar untuk tampil cantik, belajar untuk lebih sholehah, belajar untuk menghargai usaha pasangan, belajar untuk sabar, belajar hal-hal yang diketahui oleh sang suami, dan lain sebagainya.

Beberapa kali saya juga mendapat opini dari teman-teman yang sudah menikah intinya, “Cari pasangan yang nyambung diajak ngobrol, kalau kalian tua nggak ada yang bisa dilakuin lagi selain ngobrol.” Hemmmmm, masuk akal sih. Saya amati Ibuk Kos di Solo dan Bapak Kos yang masing-masing usianya sudah kepala tujuh saban hari nyambung karena obrolan. Tapi yang mereka obrolkan bukan teori atau filosofi, bukan juga gugusan rumus matematika atau perkembangan ilmu dunia barat. Mereka ngobrol soal remeh temeh seperti, “Eh Ibuk sebelah mau mantu…” “Si Cucu katanya sering rewel ya…” “Sirahku kok kleyengan ya…” “Ayam tetangga mati misterius…” “Anak kos laki-laki itu lho kalau bayaran angel tenan ditarik.” See? Mereka sudah tidak cantik/ganteng/charming lagi, mereka juga tidak berdiskusi soal ilmu pengetahuan yang rumit. Mereka hanya berkomunukasi secara sederhana. Ya tapi mungkin kalau yang sama-sama profesor, bisa jadi pas tua mbahas research and development, atau yang makin tua makin cantik karena plastik. Kembali lagi semuanya relatif. Lalu jauuuhhh di pemikiranku, justru ada yang tidak bisa ngobrol pas tua karena masing-masing udah kena penyakit kuping tua (mulai tuli) tapi mereka awet dan rukun aja tuh. Nah loh! Intinya ada kemauan untuk belajar, utamanya belajar bersabar dan bersyukur.

Tentang menilai seorang perempuan, ada sebuah hadist yang bunyinya ““Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)".
Ayo sama-sama belajar untuk menjadi yang lebih baik versi kalian! Saya pun masih jauuuuuuuhhhh dari kata “baik”. Kesimpulannya, jangan pernah merasa berkecil hati tapi juga jangan malah sombong/congkak. Apalah kita ini dari milyaran perempuan lainnya ciptaan Allah SWT yang pastinya banyak dari mereka lebih baik dalam segala bidang. Terakhir, percayalah Tuhan bakal ngasih yang terbaik versi-Nya untuk kita.
Psst, kalau lagi butuh refresh otak, buka aja wattpad saya:

2 komentar: