Pertemuan Dua Orang Gila

23.22 Titi Setiyoningsih 1 Comments



Aku bertaruh siapa pun yang nonton film garapannya Christoper Nolan bakal berakhir dengan kepala nyut-nyutan sangking mikir terus dari pembukaan sampe tamatnya film. Ya, aku jatuh cinta sama Nolan setelah nonton Inception pas zaman SMA, pikirku waktu itu, “Astaga ini film keren banget!” Dari ide cerita, karakter tokohnya, plot cerita, ending nggantungnya, pokoknya semuanyaaaa bikin klepek-klepek. Lalu aku makin kesengsem setelah nonton Trilogi The Dark Knight, Prestige, Interstellar, Memento. Untuk film-filmnya yang lain masih dalam proses untuk ditonton (better late than never). Bagaimana pun dari film yang udah ku tonton, semua menggambarkan betapa cerdas dan ajaibnya sutradara yang satu ini. Yah, walaupun harus aku akui belum ada yang ngalahin The God Father dalam hidupku.
Kenapa jadi bablas ngomongin Nolan?
Jadi ceritanya beberapa hari yang lalu aku baru nonton Memento, Tinker Tailor Soldier Spy, Gone with The Wind, Bitvaza Sevastopol, beberapa film lawas yang jauh dari kisah komedi romantis. Terkadang setelah nonton film serius macam tadi, pikiranku haus akan film macam komedi romantis. Jadilah aku kumpulin film-film jenis drama romantis, salah satunya keluaran tahun 2012, Silver Linings Playbook.
Film Silver Linings Playbook  merupakan adapatasi dari novel dengan judul yang sama karya Matthew Quick, disutradarai David O. Russel yang merangkap penulis naskah. Cerita dimulai dari seorang laki-laki bernama Pat (Bradley Cooper) yang menderita bipolar dan dirawat di rumah sakit jiwa. Delapan bulan kemudian, Sang Ibu datang menjemputnya. Pat diperbolehkan pulang dengan beberapa syarat. Sebenarnya Pat dimasukkan ke rumah sakit jiwa setelah memukuli selingkuhan istrinya hingga hampir mati. Atas kejadian itu Pat kehilangan pekerjaan sekaligus istrinya.
Sekembalinya Pat ke rumah, suatu hari ia bertemu sahabat lamanya, Ronnie, yang langsung mengundangnya makan malam. Saat makan malam itulah Pat bertemu dengan adik ipar Ronnie, Tiffany (Jennifer Lawrence), janda yang juga menderita gangguan mental sejak suaminya meninggal. Dari sinilah kehidupan Pat mulai berubah, cerita menjadi semakin menarik dan lucu. Aku tertawa melihat kegilaan Pat, Tifanny, dan orang-orang di sekitar mereka.
Ada banyak adegan yang membuatku tertawa ketika menontonnya. Dimulai dari kemunculan Danny, teman Pat yang selalu mengaku telah dikeluarkan dari rumah sakit jiwa padahal belum. Kelucuan keluarga Pat, ayahnya penggemar tim football Eagle dan masih percaya tahayul ketika memasang taruhan. Aku juga tertawa saat adegan Pat selesai membaca novel karya Hemingway, dia marah-marah mendapati ending cerita novel itu ternyata menyedihkan. Dia protes kenapa Hemingway tidak menulis akhir yang bahagia setelah segala penderitaan para tokohnya? Aku sependapat denganmu, Pat! Sama seperti Pat, aku selalu percaya akan adanya garis-garis perak yang membelah langit kelabu.
Adegan menggelikan juga terjadi ketika pengumuman nilai kompetisi menari. Seluruh keluarga Pat dan Tifanny bersorak ketika skor rata-rata tarian Pat dan Tifanny adalah 5. Para peserta lomba heran karena 5 adalah skor paling jelek dari total nilai 10. Mereka tidak tahu, Ayah Pat baru saja memenangkan taruhan besar karena perolehan skor anaknya itu. Oh ya, dan gerakan dansa mereka… Emmmm…. Hahahahaha.
Melalui film ini kita sedikit bisa memahami apa saja yang dialami oleh orang-orang penderita bipolar. Dari Pat dan Tifanny aku melihat orang-orang gila seperti mereka justru hidup dengan lebih jujur. Mereka tak pernah berpura-pura. Tidak seperti Ronnie, orang waras kebanyakan yang hidup dalam kepura-puraan. Ronnie selalu merasa tertekan dengan hidupnya, pekerjaannya, istrinya, anaknya, cicilan rumahnya, blab bla bla. Sampai di suatu momen Pat dengan bijaksana menasihati Ronnie supaya lebih bersyukur. Selain itu ada lagi yang aku suka dari film ini, yakni ketika kencan pertama Pat dan Tifanny. Setelah membuka diri, Tifanny marah-marah dengan reaksi Pat yang spotan memberikan penilain buruk padanya. Dia bilang, “Aku sudah terbuka kepadamu dan kamu menghakimiku!”
Di sepanjang cerita film ini, kita bisa melihat tanda-tanda bahwa sebenarnya Pat jatuh hati pada Tifanny. Tapi semuanya baru terungkap jelas di akhir cerita ketika Tifanny membaca surat dari Pat. Begini surat Pat untuk Tifanny.
Dear Tifanny,
I know you wrote the letter. The only way you could meet my crazy was by doing something crazy yourself. Thank you. I love you. I knew it the minute I met you. I’m sorry it took so long for me to catch up, I just got stuck
Pat.
Begitu manis pengakuan Pat.
Terkadang memang hanya orang gila yang mampu mengerti kegilaan orang lain. Kegilaan yang bagi sebagian orang justru merupakan suatu kewarasan. Semoga untuk orang-orang setengah gila di luar sana (termasuk aku) menemukan seseorang yang mengerti akan kegilaannya.

1 komentar: